Postingan

SEMANA SANTA DAN TATA KELOLA WISATA ROHANI

Semana  Santa dan Tata Kelola Wisata Rohani. (Catatan,Renungan dan Gagasan Komprensif utk sebuah Kemajuan Bersama) Larantuka  adalah entitas  SERANI yang telah mengalami transformasi sosial-budaya-peradaban sejak jaman kerajaan-kerajaan kuno hingga hari ini. Kota Kerajaan ini telah melewati sebuah proses asimilasi nilai-nilai LAMAHOLOT dengan Jawa-Cina-Melayu, juga pengaruh nilai budaya perahu-pedagang dari Bugis-Makasar-Ternate. Portugis mewarnai dalam sebuah gaya budaya Laut Mediterania nya. Kemudian Belanda membuatnya menjadi lebih terstruktur dalam sebuah tatanan masyarakat kota. Abad 13, sktrh th 1365 Larantuka mula2 dikenal dlm buku Negarakertagama oleh Mpu Prapanca dg nama Gaiyo yg diperintah oleh Raja Lewonama.Dlm ekpedisi Majapahit yg expansi ke arah Timur. Sesuai legenda yg hidup bhw keturunan raja Larntuka sdlh perkawinan dari Watowele yg adlh anak dari Ile Jadi (Ile Mandiri) .Watowele adlh saudari dari Lianurat. Lianurat ini menrunkan suku2 yg mendiami sekeliling Ile

SURAT TERBUKA3.

Surat Terbuka Kepada Bupati Flores Timur, Ketua DPRD Flores Timur dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Flores Timur. Salam hormat saya bagi bapak dan ibu. Untuk kedua kalinya saya membuat surat terbuka di media sosial ini. Pertama surat terbuka saya kepada bupati terkait Sengketa Hak Ulayat antara desa Konga dan desa Nobo yang sampai saat ini pun belum terdapat upaya – upaya yang konkrit dari bupati flores timur dalam rangka penyelesaian persoalan ini. Dalam konteks persoalan yang berbeda, saya mencoba mengingatkan bupati, ketua DPRD dan kepala dinas kelautan dan perikanan  bahwa ada hal yang sangat mengganjal nurani saya terkait manfaat keberadaan PT Asa Mutiara Nusantara yang berdomisili di pulau Konga desa Konga bagi flores timur lewat surat terbuka di media sosial ini. Harapan saya, surat terbuka ini dapat ditanggapi dengan baik dan segera ditindaklanjuti demi kepentingan Flores Timur. Untuk diketahui, bahwa PT Asa Mutiara Nusantara yang juga dikenal dengan PT Kiyoko Shi

Mengapa Bung Karno 'Takluk' di Wisma Yaso? | NTT Bersih

Mengapa Bung Karno 'Takluk' di Wisma Yaso? | NTT Bersih

ROTE PINTAR: SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA KATOLIK DI NTT DAN FLOR...

ROTE PINTAR: SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA KATOLIK DI NTT DAN FLOR... : Perkembangan Agama Katolik di NTT. VERSI.1 Sejak tahun l522 seorang Imam bekerja dengan tekun di Timor dan Solor bertahun-tahun ...

West's Meditations: Austronesian Headhunting - Some Thoughts

Gambar
West's Meditations: Austronesian Headhunting - Some Thoughts : Headhunting is a practice that can comfortably be ascribed to the speakers of proto-Austronesian due to its near ubiquity among their desce... Austronesian Headhunting - Some Thoughts Headhunting is a practice that can comfortably be ascribed to the speakers of proto-Austronesian due to its near ubiquity among their descendants.  Prior to European imperial domination, the idea of beheading strangers and taking their heads home was found throughout Austronesian-speaking island southeast Asia (the Philippines, much of Indonesia, non-peninsular Malaysia, Brunei, and Timor Leste), island Melanesia (the Solomon Islands and Vanuatu), parts of coastal New Guinea, and non-Sinitic Taiwan.  Emphasis on the head was considerable in Polynesia and Micronesia, too, and heads were clearly important booty in pre-colonial New Zealand as well.  There is still a tendency to treat headhunting as something created by

West's Meditations: Austronesian Headhunting - Some Thoughts

Gambar
West's Meditations: Austronesian Headhunting - Some Thoughts : Headhunting is a practice that can comfortably be ascribed to the speakers of proto-Austronesian due to its near ubiquity among their desce... Austronesian Headhunting - Some Thoughts Headhunting is a practice that can comfortably be ascribed to the speakers of proto-Austronesian due to its near ubiquity among their descendants.  Prior to European imperial domination, the idea of beheading strangers and taking their heads home was found throughout Austronesian-speaking island southeast Asia (the Philippines, much of Indonesia, non-peninsular Malaysia, Brunei, and Timor Leste), island Melanesia (the Solomon Islands and Vanuatu), parts of coastal New Guinea, and non-Sinitic Taiwan.  Emphasis on the head was considerable in Polynesia and Micronesia, too, and heads were clearly important booty in pre-colonial New Zealand as well.  There is still a tendency to treat headhunting as something created by colon

Adonara Nuha Serbitè Nuha Keutamaan Lamaholot

Gambar
                             Adonara Nuha Serbitè Nuha Keutamaan Lamaholot david kopong lawe horinara, 12 agustus 2014 Pendahuluan Ketika mengelilingi daerah Tanjung Bunga di ujung Flores Timur, para soledaad (serdadu) Portugis di bawah pimpinan M. Cabot berseru, “wooow, flora” ketika memandang hamparan bunga flamboyant dan bunga pecah piring yang lagi mekar dengan maraknya. Seruan inilah yang dipakai untuk menamai Nusa Nipa dengan nama Flores (Pulau Bunga). Batu payung yang ada di perairan Teluk Hading oleh M. Cabot di beri nama “cabo da flora” (1544). Nusa Nipa resmi dikenal dengan nama Flores pada tahun 1936, melalui keputusan Governoor General Belanda, Hendrick Brouwer. Wilayah Lamaholot yang meliputi : Au’ Gatang Matang, ke Tana Kudi Lèlèn Bala, sampai ke Solo Watan Lèma, ke Nuha Serbitè (Adonara), sampai Nuha Kewèla (Lembata/Lomblèn), ke Tana Lepang Batang (yang kini telah tenggelam karena peristiwa air bah : belèbo lèbo - berèrang rèrang), Tana Muna Seli (