TENTANG KERAJAAN LARANTUKA
Kerajaan Larantuka termasuk kerajaan yang tua, berusia sekitar 700an tahun.
Sebuah sistem pemerintahan konon mulai dikenal masyarakat Larantuka
sejak abad ke-13. Sistem pemerintahan ini berada di bawah tampuk
kepemimpinan seorang raja.
Pengaruh Majapahit tampak dalam susunan pemerintahan yang menyerupai
struktur pemerintahan kerajaan-kerajaan di Jawa teristimewa
Mojopahit,terdiri dari Raja, Pou Suku Lema dan Kakang Lewo Pulo. Raja adalah
pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi berintikan kekuasaan adat.
Pou Suku Lema merupakan pou atau pu atau “Empu” yang lima. Pou merupakan
dewan mahkota yang memegang peranan sebagai penasehat Raja,sekaligus
menjalankan tugas-tugas eksekutif dan legilatif.Kakang merupakan
raja-raja kecil,memerintahkan kekakangan masing-masing yang bersifat
otonom..
Ini diperkuat catatan sejarah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Saat itu,
Larantuka diyakini sebagai salah satu wilayah kerajaan yang berhasil
ditaklukkan serdadu Majapahit yang dipimpin Patih Gajah Mada pada abad
ke-4.
“Itu
berarti, Kerajaan Larantuka sudah berdiri sebelum abad ke-4, permulaan
abad ke-14 atau akhir abad ke-13,” jelas tokoh masyarakat Flores Timur
di Bali,
Sebelum
Majapahit menaklukkan, wilayah Larantuka dihuni suku asli Flores Timur
yang dikenal sebagai suku Ile Jadi. Sosok leluhur suku asli ini bernama
Wato Wele dan Lia Nurat. Nama leluhur suku ini syahdan bersumber dari
perut Gunung Ilemandiri, gunung tertinggi di Flores.
“Kisah
keberadaan leluhur suku asli Flores Timur ini dikuatkan lewat situs
makam Wato Wele yang berada di puncak Gunung Ilemandiri.
Suku asli ini kemudian membaur dengan pendatang. Warga pendatang ini
berasal dari berbagai tempat. Ada pendatang dari suku lain di sekitar
wilayahnya yang terdampar gara-gara perahu (tena) mereka
terombang-ambing gelombang laut saat berlayar. Menurut Bernardus, Suku
Keroko Puken merupakan salah satu suku tetangga suku asli yang
bermigrasi ke Larantuka.
Imigran ini berasal dari Pulau Lepan Batang di sekitar kawasan perairan laut Flores Timur. Pulau ini konon telah tenggelam ditutup permukaan air laut.
Ada pula suku pendatang dari Jawa beragama Hindu yang dieja masyarakat lokalnya sebagai warga Sina Jawa. Mereka ini masuk Larantuka semasa era kekuasaan kerajaan Hindu di Jawa pada abad ke-12.
Pendatang dari Bugis dan Makassar menyusul tiba di Larantuka pada abad ke-16. Suku Ambon kemudian menginjakkan kaki pula di wilayah ini pada abad ke-17. Petualang dan misionaris Portugis ikut menambah daftar jumlah pendatang. Mereka disertai imigran besar-besaran penduduk Melayu Kristen yang mengungsi ke Flores Timur saat kekuasaan Portugis di Malaka ditaklukkan Belanda tahun 1614.
Menurut tokoh Katolik Flores Timur, Drs. Bernardus Tukan,ada versi cerita lain mengenai asal-usul Kerajaan Larantuka. Versi cerita ini masih hidup dalam tradisi lisan rakyat Larantuka hingga sekarang. Kerajaan Larantuka dipercayai sebagai sebuah dinasti kekuasaan yang didirikan seorang pendatang dari Jawa bernama Pati Golo Arakiang. Sosok pendiri kerajaan ini disebut-sebut masih ada hubungannya dengan Majapahit. Ini khususnya dikaitkan dengan kata ‘pati’ yang berasal dari ‘patih’ atau panglima perang dan ‘arakiang’ yang berarti rakyat dalam kamus sejarah digjayanya masa kepemimpinan Majapahit di tangan Hayam Wuruk itu. Figur Pati Golo Arakiang masa itu simbolkan sejajar dengan kedudukan seorang patih di Majapahit.
Pati Golo Arakiang didaulat suku Ile Jadi untuk mendirikan Kerajaan Larantuka. Ini berawal dari perkawinan Pati Golo Arakiang dengan Wato Wele Oa Dona. “Dari sini muncul keturunan baru suku asli Flores Timur. Ada tiga anak yang lahir dari perkawinan tersebut, yaitu Kudi Lelen Bala, Padu Ile, dan Lahalapan,” Tiga putra raja ini melahirkan generasi komunitas warga baru. Putra sulung raja, Kudi Lelen Bala, mewariskan keturunan yang kini dikenal sebagai orang Waibalun. Putra kedua, Padu Ile, menurunkan komunitas keturunan para raja Larantuka. Sementara putra bungsu raja, Lahalapan, melahirkan keturunan yang sekarang termasuk dalam komunitas Balela.
Imigran ini berasal dari Pulau Lepan Batang di sekitar kawasan perairan laut Flores Timur. Pulau ini konon telah tenggelam ditutup permukaan air laut.
Ada pula suku pendatang dari Jawa beragama Hindu yang dieja masyarakat lokalnya sebagai warga Sina Jawa. Mereka ini masuk Larantuka semasa era kekuasaan kerajaan Hindu di Jawa pada abad ke-12.
Pendatang dari Bugis dan Makassar menyusul tiba di Larantuka pada abad ke-16. Suku Ambon kemudian menginjakkan kaki pula di wilayah ini pada abad ke-17. Petualang dan misionaris Portugis ikut menambah daftar jumlah pendatang. Mereka disertai imigran besar-besaran penduduk Melayu Kristen yang mengungsi ke Flores Timur saat kekuasaan Portugis di Malaka ditaklukkan Belanda tahun 1614.
Menurut tokoh Katolik Flores Timur, Drs. Bernardus Tukan,ada versi cerita lain mengenai asal-usul Kerajaan Larantuka. Versi cerita ini masih hidup dalam tradisi lisan rakyat Larantuka hingga sekarang. Kerajaan Larantuka dipercayai sebagai sebuah dinasti kekuasaan yang didirikan seorang pendatang dari Jawa bernama Pati Golo Arakiang. Sosok pendiri kerajaan ini disebut-sebut masih ada hubungannya dengan Majapahit. Ini khususnya dikaitkan dengan kata ‘pati’ yang berasal dari ‘patih’ atau panglima perang dan ‘arakiang’ yang berarti rakyat dalam kamus sejarah digjayanya masa kepemimpinan Majapahit di tangan Hayam Wuruk itu. Figur Pati Golo Arakiang masa itu simbolkan sejajar dengan kedudukan seorang patih di Majapahit.
Pati Golo Arakiang didaulat suku Ile Jadi untuk mendirikan Kerajaan Larantuka. Ini berawal dari perkawinan Pati Golo Arakiang dengan Wato Wele Oa Dona. “Dari sini muncul keturunan baru suku asli Flores Timur. Ada tiga anak yang lahir dari perkawinan tersebut, yaitu Kudi Lelen Bala, Padu Ile, dan Lahalapan,” Tiga putra raja ini melahirkan generasi komunitas warga baru. Putra sulung raja, Kudi Lelen Bala, mewariskan keturunan yang kini dikenal sebagai orang Waibalun. Putra kedua, Padu Ile, menurunkan komunitas keturunan para raja Larantuka. Sementara putra bungsu raja, Lahalapan, melahirkan keturunan yang sekarang termasuk dalam komunitas Balela.
“Namun,
Sira Demon Pagong Molang justru dianggap sebagai Raja Larantuka
pertama. Sebab, raja inilah yang dinilai sebagai peletak dasar tata
kelola pemerintahan kerajaan,” katanya.
Semula
pusat pemerintahan bukan di Larantuka, tetapi di sebuah wilayah daratan
bernama Lokea. Ada 10 wilayah kerajaan atau distrik kakang (kakang
schap) yang masing-masing dipimpin seorang ketua. Pendatang dari Jawa
diberi lokasi pemukiman di daerah Lebao, dan suku pendatang Kroko Puken
di Lewore dan Lohayong.
Komunitas Islam (kaum paji) menghuni wilayah pesisir di sepanjang wilayah pantai (watan). Wilayahnya dikenal ada di Lembata, Adonara, Solor, dan Tanjung Bunga. Raja Adonara menjadi pimpinan komunitas Islam ini.
“Pusat pemerintahan Kerajaan Larantuka kemudian pindah dari Lokea ke Larantuka,”
Komunitas Islam (kaum paji) menghuni wilayah pesisir di sepanjang wilayah pantai (watan). Wilayahnya dikenal ada di Lembata, Adonara, Solor, dan Tanjung Bunga. Raja Adonara menjadi pimpinan komunitas Islam ini.
“Pusat pemerintahan Kerajaan Larantuka kemudian pindah dari Lokea ke Larantuka,”
Saat
misionaris Portugis menyinggahi Larantuka tahun 1556, mereka membaptis
Raja Larantuka sebagai pemeluk Katolik. Ini diikuti prosesi permandian
iman Katolik kepada 200 rakyat kerajaan. “Inilah awal Raja Larantuka
memeluk Katolik.
Raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Larantuka:
1. Putri Ile Jadi,Putri Watowele (Yang Kawin dengan Raja Pati Golo Arkyan)
2. Raja Padu Ile
3. Raja Sira Demong Pagamolang
4. Raja Mau Boli
5. Raja Sira Paing
6. Raja Sira Lanang
7. Raja Sira Napang
8. Raja Igo
9. Raja Adu Wuring
10. Raja Ado Bala
11. Raja Ola Ado Bala (tahun 1645 dipermandikan menjadi Katolik dengan nama Don Fransisco Diaz Viera de Godinho/DVG)
12. Don Gaspar I DVG (Nama asli:Raja Patih Goloh)
13. Don
Manuel DVG (Nama asli:Raja Kuaka Douwo Ama.Karena masih kecil maka
diwakili oleh Don Contantino Blanterang de Rosari.nama aslinya Raja
Kone)
14. Don Andre I DVG (nama aslinya Raja Pandai I )
15. Don Laurenso I DVG
16. Don Andre DVG II
17. Don Gaspar II
18. Don Dominggo DVG (Raja Ence.Memerintah tahun 1877-1887)
19. Don
Lorenzo II DVG Raja Usi Neno.Memerintah tahun 1887-1904.Ia ditangkap
Belanda dan dibuang di Yogya.Ia meninggal tahun 1910 di Yogya.
* 20. Wakil Raja Luis Blantarang de Rosary. Ia memerintah kerajaan tahun 1905-1906
* 21. Triumvirat yang terdiri dari :
- Payong Blanterang de Rosari
- Emanuel Monteiro
- Yohanes Blanterang de Rosari
(Ketiganya memerintah tahun 1906-1912)
22. -
23. Don Lorenzo III DVG ( Raja Nua Usi.Ia memerintah kerajaan tahun 1937-1962 dan merupakan raja terakhir kerajaan Larantuka. )
Tercatat ada 7 Wakil Raja:
1) Constantino Payong
2) Constantino Kone
3) Alwi
4) Ibunda Don Lorenzo DVG
5) Luis Blanterang de Rosary
6) Triumvirat (Payong Blanterang de Rosary, Emanuel Montero, Yahanes Bl de Rosary.)
7) Antonius Blanterang de Rosary, tahun 1919-1937
Komentar
Posting Komentar