Flores Timur dan Tradisinya
Kabupaten Flores Timur, sesuai
namanya, terletak di bagian Timur Pulau Flores. Kabupaten ini dibentuk
berdasarkan Undang-undang Nomor 69 tahun 1958 yang ditetapkan pada
tanggal 20 Desember 1958, yang mana tanggal tersebut dijadikan sebagai
hari ulang tahun kabupaten Florest Timur.
Awal dibentuk, kabupaten ini
terdiri dari delapan kecamatan, yang meliputi Flores Timur Daratan,
Pulau Adonara, Pulau Solor, dan Pulau Lomblen (Lembata). Namun pada
tahun 1999, Lembata ditetapkan menjadi Kabupaten tersendiri.
Akibat proses pemekaran wilayah,
pada saat ini, di Kabupaten Flores Timur terdiri dari 19 kecamatan,
dengan ibukota Larantuka. (lihat situs Pemerintah Kabupaten Flores
Timur:
Sayang, selama enam hari, saya
lebih banyak di Larantuka dan hanya sempat berkunjung ke Kecamatan
Tanjung Bunga (Nama Pulau Flores diambil dari bahasa Portugis ”Cabo de
Flores” yang artinya ”Tanjung Bunga”, nama yang diberikan pada tahun
1544 oleh S.M. Cabot, pelaut dari Semenanjung Iberia, Portugis). Ada
juga yang menduga bahwa Portugis pertama kali mendarat di kawasan itu.
Walaupun letaknya agak terpencil
dengan wilayah lain di Indonesia namun dalam sejarahnya Larantuka adalah
salah satu tempat yang pertama kali didatangi para pedagang Eropa.
Tempat ini didatangi pedagang Portugis ketika mereka singgah dalam
perjalanan menuju ke Timor untuk mencari kayu cendana. Pada sekitar
tahun 1575, pedagang Portugis membangun benteng di daerah ini dan lebih
dari 20 lokasi pusat penyebaran agama Kristen oleh para misionaris.
Pengaruh Katolik dan Portugis terasa masih sangat kuat di Larantuka. Di
sini terdapat gereja besar atau kathedral dan rumah ibadah Kapela Tuan
Maria yang memiliki ornamen perunggu dan perak bergaya Portugis.
Kabupaten Flores Timur yang memiliki luas wilayah 3.079,2 km2 berdasarkan
data yang saya peroleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil,
jumlah penduduk sampai dengan bulan Januari 2011 berjumlah 235,191 yang
terdiri dari 113,253 laki-laki dan 121,938 perempuan. Sebagian besar
penduduknya beragama Katholik, diikuti Islam, Hindu dan Budha yang mampu
hidup berdampingan secara damai dan saling mendukung.
“Di sini sangat ramai kalau
perayaan Paskah. Orang dari berbagai tempat akan hadir ke sini mengikuti
prosesi perayaan Paskah. Susah mencari hotel,” kata Martje kawanku.
Ya, kedatanganku ke Flores Timur di
bulan November. Perayaan Paskah tahun ini telah berlangsung pada bulan
April yang lalu. Untuk mengetahui tentang hal itu, maka setiba di Yogya,
aku mulai mencari informasi tentang perayaan Paskah yang agak berbeda
dengan di tempat-tempat lain.
Pada saat peryaan paskah, ribuan
orang akan berkumpul di Larantuka. Paskah tak hanya diperingati secara
keagamaan dengan misa. Mereka juga menjalani ritual berdasarkan tradisi
yang terus hidup selama ratusan tahun yang merupakan peninggalan
Portugis. Peringatan ini disebut Semana Santa yaitu pekan suci yang
dimulai dari Minggu Palem sampai Minggu Paskah dengan ritual puncaknya
pada saat Jum’at Agung. Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis lokal ataupun mancanegara.
Kompas.com pernah menurunkan pemberitaan tentang harmonisnya kehidupan di larantuka. Pada berita itu dinyatakan bahwa pada
saat prosesi puncak Semana Santa, pekan suci perayaan Paskah, tampak
ikut berjaga-jaga, kaum muslim. “Tradisi di sini sangat tinggi tingkat
toleransi beragama. Kalau mereka (umat Katolik) ada acara, kita ikut
bantu. Dan sebaliknya, kalau kami ada kegiatan agama, mereka pasti ikut
bantu,” kata Noor Siru, salah satu anggota Remaja Masjid Agung Aswada
yang ikut turun menjaga lalu lintas umat di Gereja Kathedral. Mereka bertugas menjadi pagar betis di depan gereja. “Sebaliknya juga. Saat
pembangunan masjid, mulai dari peletakan batu pertama sampai sekarang,
pemuda Katolik terus bantu-bantu. Bapak Uskup sampai turun langsung,
hadir saat peletakan batu,”
Wah, memang manis rasanya apabila seluruh umat
beragama bisa hidup berdampingan dengan damai, saling membantu, dan
menghargai keyakinan masing-masing.
Komentar
Posting Komentar