ASAL USUL NAMA FLORES

Term “Flores” berasal dari bahasa Portugis, maknanya ‘bunga-bunga’. Namun sebelum dikenal dengan “Flores”, menurut kisah-kisah para tetua, nama pulau ini sebelumnya adalah Nusa Nipa, yang bermakna Pulau Ular. Ada yang menyebut nama ini terpatri sebab pulau ini (dulunya) dihuni banyak ular, ada pula menyebut lantaran bentuknya bagai ular. 

Kembali ke sejarah jaman dahulu kala sebelum kedatangan bangsa Portugis, Nusa Nipa masuk dalam jajaran kepulauan Sunda Kecil di bawah kuasa kerajaan Majapahit. Ingatlah Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada. Konon Gajah Mada pernah mendatangi Nusa Nipa, bahkan oleh masyarakat Lembata, mahapati Majapahit itu tinggal cukup lama di Lembata (dulunya Lomblen) dan meninggalkan sebilah keris disana (keris itu masih ada sampai sekarang). Itulah sebabnya nama Nusa Nipa terasa bernuansa “ke-Hindu Majapahit-an”, sama seperti nama-nama pulau di jajaran Sunda Kecil, misalnya Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa……, dan lain-lain. Sekarang Nusa Nipa cuma dipakai sebagai nama sebuah universitas di Maumere.
Tapi bagaimana sampai disebut Flores? Ada dua versi yang dituturkan orang:
Versi Pertama, nama Flores diberikan oleh pelaut Portugis begitu tiba di sebuah tanjung di timur Flores. Tanjung tersebut, saat kapal merapat, dihiasi oleh pohon-pohon Flamboyan dan Bugenfil yang sedang mekar indah. Alhasil, tempat itu dinamakan “Cabo das Flores” atau “Tanjung bunga-bunga.” Lambat-laun tak semua frasa yang dipakai, hanya ‘Flores’-nya saja. Banyak orang yakin, bahwa sebuah daerah di Larantuka, Flores Timur bernama ‘Tanjung Bunga’ adalah tempat pertama lahirnya nama Flores.

Versi Kedua, kata Flores tidak boleh dipahami secara literal sebagai bunga (tumbuhan di darat) melainkan pemandangan bawah laut yang berwarna-warni bak taman bunga. Katanya, para pelaut Portugis terpukau dengan keindahan koral Flores, sehingga menamakannya sebagai pulau bunga. Pemberian nama Flores seharusnya dimengerti secara low content

Sayangnya, versi kedua ini diduga hanya diciptakan oleh pihak-pihak yang merasa “bunga-bunga” bukanlah satu kata referral bagi pulau ini. Flores tak bisa diidentikan dengan bunga, oleh sebab itu mereka kemudian mengkonotasikan “bunga-bunga” itu sebagai keindahan warna-warni terumbuh karang di perairan Flores. 

Beberapa sejarawan yang menentang versi kedua ini, berpendapat bahwa versi pertamalah yang tepat, “sebagai bagian dari Eropa, orang Portugis tentu lebih terbiasa mengungkapkan sesuatu secara direct, tanpa bahasa simbolik yang musti capek-capek dipahami berbeda, seperti kebiasaan orang Timur.” 

Berikut opini beberapa orang berkenaan dengan kontroversi asal-muasal nama Flores: 

Michael Suban, Mahasiswa: “ Saya setujuh dengan versi pertama. Bukan karena saya orang Larantuka loh. Rasanya saya yakin kalau dulu yang dilihat itu memang bunga dari pohon-pohon Flamboyan, bukan terumbu karang. Memang sekarang kan sulit mengidentifikasikan Flores dengan bunga karena jarang kan lihat bunga-bunga tumbuh di pinggir jalan. Tapi kalau mau harus identik dengan bunga, ya..tinggal ditanam saja rame-rame. Keyakinan saya bahwa versi pertama itu benar diperkuat oleh kenangan masa kecil. Dulu di lereng dan lembah sekitar kampung saya banyak pohon Flamboyan, kalau pas musimnya berbunga memang indah sekali. Naasnya, pohon-pohon itu menjadi tua lalu tumbang dan tidak tumbuh pohon-pohon baru, jadinya pemandangan seperti itu hilang.”

Dominika Radja, ibu RT: “ Ini kan perihal sejarah, jaman dulu dengan jaman sekarang kondisinya beda. Kalau sekarang, sebutan Flores sebagai pulau bunga cocoklah diarahkan kepada keindahan taman laut daripada ke bunga (tumbuhan). Tapi siapa tahu dulunya memang karena indahnya bunga-bunga itu. Saya pernah ke beberapa daerah di Maumere, seperti Nele, Nita, Koting, Bola. Sekitar 15-20 tahun yang lalu banyak pohon-pohon Flamboyannya. Masih jelas dalam ingatan saya, misalnya waktu ke Lela dulu, sepanjang jalan menuju rumah sakit tuh ada pohon Flamboyan tinggi-tinggi, tak tahu apa sekarang masih ada ya? Lalu kalau jalan dari Hokeng ke perbatasan Maumere juga dulu banyak pohon itu.” 

Thomas Christian M. Pareira, Pegawai Swasta: “Versi kedua. Alasannya, saya suka snorkeling dan terumbu karang di pesisir utara luar biasa indahnya. Tapi, tak tahulah, mana yang paling benar.” 

Alfonso Riwu, Wiraswata: “Saya curiga versi kedua ciptaan orang-orang bagian pariwisata. Bayangkan, pasti tidak enak menjelaskan sejarah nama Flores kepada turis-turis, lalu mereka berkomentar ‘kok tidak ada bunganya disini..?’ Haha…Saya sepakat versi pertama yang benar, selain karena saya percaya, sekaligus juga mau mengamini pendapat para sejarawan: orang Portugis kan tidak seperti SBY (???), yang kalau bicara pakai majas, bahasa halus lalu kita harus menarik makna dibalik kalimatnya. Simple saja, Flores ya Bunga, dipahami secara lurus, titik.”
                                                ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENELUSURI KEBERADAAN PT. ASA MUTIARA NUSANTARA (PT. AMN) DI PULAU KONGA, DESA KONGA, FLORES TIMUR

TENTANG KERAJAAN LARANTUKA

KILAS BALIK MASYARAKAT BORUK TANA BOJANG